SEOprofiler SEO software

Senin, 27 Mei 2013

LAPORAN EMBRIOLOGI PENGAMATAN SPERMATOZOA


Membuat Sediaan Oles Spermatozoa

BAB I
Pendahuluan

         Mikroteknik merupakan ilmu yang mempelajari tenik pembuatan sediaansecara mikroskopis. Dalam mikroteknik, sediaan yang dibuat berbahan dasar sel.Sel yang digunakan yaitu sel hewan dan sel tumbuham. Mikroteknik semakin berkembang dewasa ini. banyak metode yang digunakan untuk pembuatan sediaantergantung bahan yang akan digunakan. sel hewan yang kebanyakan digunakanuntuk pembuatan sediaan dengan metode smear ataupun embedding dan seringkali pula dengan metod whole mount.

          Sedangkan sel tumbuhan kebanyakan dibuat dengan menggunakan metode yang lebih ringan dari pada sel hewan karena struktur sel hewan an sel tubuhan yang berbeda. Praktikum inidilakukan karena ingin mengetahui cara atau teknik-teknik pembuatan sediaanmetode oles. Salah satu metode yang digunakan dalam pembuatan sediaan mikroskopis adalah metode oles (smear method). Metode oles adalah suatu cara membuat sediaan mikroskopis dengan jalan mengoles atau membuat selaput tipis dari bahan yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas obyek, dimana metode ini biasanya digunakan pada pembuatan sediaan darah; spermatozoa; cairan haemolimfe belalang; protozoa; mukosa mulut; dan mukosa vagina.

          Metode Oles dapat pula digunakan dalam pemeriksaan sitologi konvensional atau dikenal dengan Pap Smear yang artinya pemeriksaan untuk melihat sel-sel leher rahim dimana sampel diambil melalui vagina, kemudian di usapkan pada kaca benda, lalu diwarnai, untuk kemudian dilihat di bawah mikroskop olehseorang dokter ahli Patologi Anatomi. Namun, dalam paktikum ini metode oles digunakan dalam pemeriksaan spermatozoa saja yang cara kerjanya hampir sama dengan pemeriksaan untuk melihat sel-sel leher rahim.

1.      Tujuan

Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui bentuk dari pada sperma dan dapat membedakan bentuk sperma yang normal dan abnormal.

2.      Manfaat

Mahasiswa mengetahui bentuk normal  dan abnormal dari sperma, guna untuk bidang medis dalam mendeteksi penyakit, ataupun dalam memilih bibit/sperma unggulan.


BAB II
Tinjauan Pustaka


       Salah satu upaya yang mungkin dilakukan untuk mempertahankan kualitas spermatozoa epididimis selama proses kriopreservasi (pembekuan) adalah dengan menambahkan gula (karbohidrat) ke dalam larutan pengencer. Gula berfungsi sebagai substrat bagi sumber energi dan krioprotektan ekstraseluler, sehingga dapat melindungi dan menunjang kehidupan spermatozoa selama proses pengolahan. Gula telah terbukti mampu memperbaiki kualitas semen beku (spermatozoa ejakulat), seperti sukrosa pada semen beku sapi, trehalosa dan EDTA pada semen beku domba Pampinta, serta dextrosa, rafinosa, trehalosa, dan sukrosa pada semen domba Garut (Yulnawati, 2005).

     Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa adalah sel dari sistem reproduksi laki-laki. Sel sperma akan membuahi ovum untuk membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio.

      Sel sperma manusia adalah sel sistem reproduksi utama dari laki-laki. Sel sperma manusia terdiri atas kepala yang berukuran 5 µm x 3 µm dan ekor sepanjang 50 µm. Sel sperma pertama kali diteliti oleh seorang murid dari Antonie van Leeuwenhoek tahun 1677.

         Sperma berbentuk seperti kecebong, dan terbagi menjadi 3 bagian yaitu: kepala, leher dan ekor. Kepala berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti (nucleus). Bagian leher menghubungkan kepala dengan bagian tengah. Sedangkan ekor berfungsi untuk bergerak maju, panjang ekor sekitar 10 kali bagian kepala (Wikipedia, 2012).

       Spermatozoa adalah sel gamet jantan yang diproduksi pada proses spermatogenesis yang terjadihanya di tubulus seminiferus yang terletak di testes(Susilawati, 2011).

        Spermatogenesis bermula dengan terjadinya proses pembelahan pematangan pertama dimana kromosom ayah dan ibu terbagi untuk dua sel anak (spermatosid II) yang kemudian membelah menjadi spermatid dan melalui pembelahan pematangan kedua akan dihasilkan empat sel sperma (Rohen, 2009).

      Sperma yang kelainan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitucacat bawaan dari lahir, kegagalan testis untuk turun ke skrotum, pemaparan bahaya seperti sinar-x,radioaktivitas, beberapa gangguan genital, kondisi panas disekitar testis dan stres emosional (Alam, 2007).

BAB III
Metode Percobaan

 1.  Alat dan Bahan
a.       Mikroskop
b.      Cawan petri
c.       Spermatozoa sapi dan tikus
d.      Objek glass
e.       Giemsa atau eosin
f.       NaCl
g.      Alat bedah

 2.  Cara Kerja
a. Ambillah cairan yang mengandung spermatozoa yang berasal dari testis, epididimis,atau vas deferen sapi dan tikus.
b.  Jika cairan itu pekat larutkan dengan NaCl fisiologis, kemudian teteskan cairan pada objek glass yang bersih. Dengan objek glass yang lain dioleskan setipis mungkin dan fiksasi dengan cara melewatkannya di atas api.
c.   Warnai dengan giemsa atau eosin, selama 3 – 5 menit. Cuci dengan air mengalir. selanjutnya keringkan kembali,  periksa dibawah mikroskop.


BAB IV
Hasil dan Pembahasan

1.      Hasil

Hasil dari pengamatan sperma sapi dan tikus di peroleh hasil yakni sebagai berikut:
Struktur spermatozoa dapat di bagi dalam 3 bagian yaitu:
·         Kepala
·         Leher/ mid piece
·         Ekor/ flagel
Perbedaan yang tampak sangat signifikan antara sperma sapi dan sperma tikus yakni terletak pada bagian kepalanya. pada sperma sapi terlihat berbentuk oval seperti buah pir, sedang pada sperma tikus berbentuk seperti mata kail.

STRUKTUR SPERMATOZOA

GAMBAR SPERMA SAPI
GAMBAR SPERMA TIKUS

2. Pembahasan

Dari pengamatan yang dilakukan, maka pada bagian:

Kepala

Pada sperma sapi, bentuknya sama seperti sperma manusia. Bentuk kepala yaitu oval atau elips, sehingga terlihat berbentuk seperti buah pir. pada bagian ini, dua pertiga anterior dilindungi oleh lapisan yang dimodifikasi protoplasma, yang dinamakan kepala-topi. Dalam beberapa binatang, bagian ini termodifikasi menjadi berduri seperti tombak-proses atau perforator, yang berfungsi untuk memudahkan masuknya spermatozoa ke dalam ovum. Tapi, ada pula bentuk kepala sperma yang seperti mata kail, seperti pada sperma tikus. Bagian posterior kepala menunjukkan ketertarikan untuk reagen tertentu, dan menyajikan penampilan lurik melintang, karena dilintasi oleh tiga atau empat band gelap. Dalam beberapa hewan rodlike sentral filamen memanjang ke depan selama sekitar dua-pertiga dari panjang kepala, sementara di lain tubuh bundar terlihat di dekat pusatnya. Kepala berisi massa kromatin, dan umumnya dianggap sebagai inti sel dikelilingi oleh amplop tipis. Di dalam kepala sperma terdapat acrosome, dan nucleus yang di dalamnya terdapat DNA dan RNA yang membawa gen keturunan.

Leher/ mid piece

Leher kurang terbatas dalam spermatozoa manusia dibandingkan pada mereka dari beberapa hewan yang lebih rendah. Anterior sentriol, yang diwakili oleh dua atau tiga partikel yang bulat, terletak di persimpangan kepala dan leher, dan di belakangnya adalah sebuah band dari substansi yang homogen, yang menghubungkan tubuh bagian atau batang seperti, dan dibatasi oleh terminal belakang disk. Sentriol posterior ditempatkan di persimpangan tubuh dan leher dan, seperti anterior, terdiri dari dua atau tiga partikel bulat. Sentriol ini aksial filamen, dikelilingi oleh selubung, berjalan mundur melalui tubuh dan ekor. Dalam selubung tubuh dari filamen aksial dikelilingi oleh benang spiral, sekitar yang merupakan amplop yang berisi butir mitokondria, dan mitokondria disebut selubung.
Ekor/ flagel

Ekor yang sangat panjang, dan terdiri dari benang atau aksial filamen, dikelilingi oleh sarungnya, yang mungkin berisi spiral benang atau mungkin menyajikan penampilan lurik. Bagian terminal atau akhir-potongan ekor terdiri dari filamen aksial saja. Ekor  pada sperma berfungsi sebagai alat gerak.

Ada pula Sperma yang abnormal yaitu memiliki ciri-ciri mempunya 2 kepala atau dua ekor, ada juga yang tanpa kepala atau ukuran dari kepala sperma tersebut lebih besar dari pada ukuran normal kepala sperma. Sperma yang abnormal ini biasanya berdampak infertilitas pada ovum. Namun apabila terjadi fertilisasi besar kemunkinan akan melahirkan individu yang cacat.



BAB V
Penutup

1. Kesimpulan

·      Struktur sperma terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, leher dan ekor.
·    Pada bagian kepala sperama terdapat acrosome dan DNA dan juga RNA yang       terdapat di dalam nucleus untuk pewarisan gen keturunan.
·     Kepala Sperma berbeda-beda bentuknya sesuai dengan jenis hewannya.
·     Pada bagian leher/mid piece terdapat butir mitokondria yang di sebut selubung.
·     Ekor yang terdapat pada sperma berfungsi sebagai alat gerak sampai menuju ovum.
·    Sperma yang abnormal biasanya tidak bisa memfertilisasi ovum. Apabila sperma abnormal ini memfertilisasi ovum maka besar kemungkinan akan melahirkan individu yang cacat.

2.      Saran
Diharapkan lebih banyak preparat sperma hewan yang berbeda spesiesnya digunakan dalam praktikum ini, sehingga mahasiswa dapat membedakan lebih jauh tentang perbedaan sperma antar spesies hewan.


DAFTAR PUSTAKA





Alam,Syamsir.2007. Infertil. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Rohen, Johannes W. dan Drecoll, EL.2009. Embriologi Fungsional. Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Susilawati,Trinil.2011. Spermatologi. Malang:UB Press

Wikipedia. 2012. Spermatozoid. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Spermatozoid., diakses 21 Mei 2012)

Yulnawati, Setiadi MA. 2005. Motilitas dan keutuhan membran plasma spermatozoa epididimis kucing selama penyimpanan pada suhu 4°C. Journal Medic Veteriner. 21:100-104

LAPORAN EMBRIOLOGI PENGUKURAN FOETUS



KATA PENGANTAR

       Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana berkat rahmat dan hidayahNya, berkat ilmu yang diciptakanNya, kita dapat hidupp dengan segala kenikmatan dan penuh rasa syukur, dan bahkan kami dapat menyelesaikan Laporan praktikum embriologi ini. Sahalawat beriring salam kami haturkan keharibaan nabi besar Muhammad SAW, yang berkat jasa dan upayanya kita dapat keluar dari alam kebodohan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan seperti sekarang ini.
        Dalam pembuatan laporan praktikum embriologi ini dengan topik bahasan “Pengukuran Panjang Foetus” kami sebagai pelajar yang masih terus menimba ilmu dari orang yang lebih ahli dibidangnya, kami masih punya begitu banyak kekurangan dan kendala dalam melakukan praktikum dan pembuatan laporannya. Maka dari itu kami mohon kritik dan sarah yang membangun agar kami sebagai penulis dapat lebih baik kedepannya.
      Ucapan terima kasih kami ucapkan pertama sekali kepada Drh. Dian Masyitha, M.Sc selaku koordinator dan dosen pembimbing mata kuliah Embriologi, kemudian kepada asisten pendamping saudari Eni Agustina yang telah memberikan ilmunya kepada kami, ucapan terima kasih kami juga tertuju pada asisten laboratorium embriologi yang lain dan tentunya kepada teman-teman anggota kelompok C pada gelombang tiga. Terima kasih.





Text Box: BANDA ACEH, 24 JUNI 2013


PENULIS,
KELOMPOK III GELOMBANG 3

 


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
 Setelah proses fertilisasi lalu implantasi di uterus, lama kebuntingan dipengaruhi oleh jenis kelamin anak, iklim, kondisi makanan dan umur induk.  Lalu perkembangan fetus juga dipengaruhi oleh faktor genetik (spesies, bangsa, ukuran tubuh, dan genotip), faktor lingkungan (induk dan plasenta) serta faktor hormonal. Perkiraan umur foetus dapat didapatkan dari hasil pengukuran panjang tubuh foetus melalui dua cara:
1.  Curve crown-Rump (CC-R)
2.  Straight crown-Rump (SC-R)
            
          Namun dengan seiring berkembangnya teknologi yang makin modern, maka perkiraan umur foetus dan bentuk fisiknya dapat terlihat dengan batuan berbagai macam alat canggih seperti:
1.      Roentgenografi,
2.      Computed Tomography (CATscan),
3.      Magnetic Resonance Imaging (MRI),
4.      fluoroscopy,
5.      biopsi, dan
6.       ultrasonography (USG)

Roentgenografi (X-ray) dapat digunakan dalam mendiagnosa kebuntingan pada hewan kecil khususnya anjing. Namun diagnosa dapat dilakukan setelah terbentuknya kalsifikasi atau pertulangan pada fetus yaitu pada umur kebuntingan 15 hari (Robert. 1971).

B.  Tujuan

           
Mengetahui panjang, berat, dan umur foetus.

C.  Manfaat
            Praktikan dapat mengetahui ataupun memperkirakan umur foetu dari berat dan ukuran panjang tubuhnya. Serta setelah mengetahui umurnya, praktikan juga dapat mengetahui perkembangan apa yang terjadi pada foetus dari waktu ke waktu.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori mengenai perkembangan embrionikadalah epigenesist, yang aslinya telah diusulkan 2000 tahun sebelumnya oleh Aristoteles. Menurut ide ini seekor hewan muncul secara perlahan-lahan dari sebuah sel telur yang relative tanpa bentuk. Setelah mikroskop berkembang lebih paik selama abad kesembilan belas, para ahli biologi dapat melihat bahwa embrio terbentuk dalam serangkaian tahapan progresif, dan epigenesist menggantikan praformasi sebagai penjelasan yang lebih disukai para ahli emriologi.
Kebuntingan adalah suatu keadaan pada seekor hewan betina yang memiliki janin yang sedang berkembang didalam uterusnya. Suatu interval waktu yang disebut periode kebuntingan (gestasi) terentang dari saat pembuahan (fertilisasi) ovum sampai lahirnya anak. Hal ini mencakup fertilisasi, nidasi atau implantasi, perkembangan fetus dan pertumbuhan fetus (Frandson 1992). Menurut Salisbury & VanDemark (1985) kebuntingan terdiri dari 3 tahap, yaitu periode ovum, periode embrio, dan periode fetus. Periode ovum pada sapi merupakan interval antara pembuahan sampai kira-kira hari ke-12 masa kebuntingan. Periode embrio dimulai pada kebuntingan dengan umur 13 hari sampai 45 hari. Periode fetus, interval antara umur kebuntingan 46 hari sampai saat lahir
Periode kebuntingan dan partus dilaporkan dapat menyebabkan munculnya stress fisiologis (Azab & Maksoud 1999 dalam Widhyari 2005). Dalam kondisi stres terjadi realokasi energi metabolik dari aktifitas investasi (seperti pertumbuhan dan reproduksi) menjadi aktifitas untuk memperbaiki homeostasis (Wendelaar 1997 dalam Widhyari 2005). Munculnya stres dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti trauma, rasa sakit, emosi, depresi, perubahan lingkungan, pakan, perubahan fisiologis. Stres fisiologis sering terjadi pada periode sekitar partus (Wallar 2000).
Lama kebuntingan arialah periode dari mulai terjadinya fertilisasi sampai teljadinya kelahiran normal (Jaenudeen dan Hafez, 2000). Lama kebuntingan ini berbeda dari satu bangsa ternak ke bangsa ternak lainnya (Devendra et al., 1973). Lama kebuntingan tersebut dipengaruhi oleh jenis kelamin anak, iklim, kondisi makanan dan umur induk (Djagra et al., 1979). Selanjutnya ditambahkan oleh Jainudeen dan Hafez (2000) bahwa pertumbuhan dan perkembangan fetus juga dipengaruhi oleh faktor genetik (spesies, bangsa, ukuran tubuh, dan genotip), faktor lingkungan (induk dan plasenta) serta faktor hormonal.
Jenis kelamin anak yang dilahirkan ditentukan pada saat fertilisasi (Berry dan Cromie, 2007) dengan hanya ada kombinasi antara satu gamet maternal dan dua gamet  paternal yang menghasilkan kemungkinan 50% jantan dan 50% betina (Krzyzaniak dan Hafez, 1987).
Kelenjar hormon yang terlibat dalam fase kebuntingan: corpus luteum, plasenta, folikel, hipotalamus dan hipofisa. Kelenjar endokrin yang lain, misalnya thyroid, adrenal dan sebagainya merupakan kelenjar endokrin yang menunjang ke lima kelenjar endokrin yang disebutkan terlebih dahulu. Dari ke lima kelenjar endokrin yang disebut ini, kelenjar hipotalamus dan kelenjar hipofisa merupakan kelenjar pengatur, sedang yang memegang peran utama adalah korpus luteum sebagai penghasil progesteron, plasenta sebagai penghasil progesteron dan estrogen dan folikel sebagai penghasil estrogen. Peranan folikel sebagai penghasil estrogen pada waktu hewan betina dalam keadaan bunting hanya jelas pada kuda, sedangkan pada spesies lain folikel tidak tumbuh atau hanya sekali-kali dijumpai pada sapi (Partodihardjo, 1982)
Pendugaan umur foetus sapi berdasarkan CRL
CRL (cm)
Hari
7
62
9,2
69
15
87
17
93
20
108
21
109
28
123
35
146
39
150
40
159
41
165
51
174
59
200
80
245

Perkembangan teknologi masa kini telah menghadirkan alat-alat yang dapat mempermudah dalam menegakkan suatu diagnosa, antaral ain Roentgenografi, Computed Tomography (CATscan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), fluoroscopy, biopsi, dan ultrasonography (USG) (Bartgesetal. 2007).


BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan1.            Benang / tali

2.             Wadah Alumunium

3.             Penggaris

4.             Pinset

5.              Preparat foetus yang sudah diawetkan
3.2 Cara Kerja
1. Letakan preparat Foetus diatas wadah alumunium.
2. Lakukanlah pengukuran foetus dengan dua cara: Curved Crown-Rump(CC-R) dan Straight    Crown-Rump (SC-R)
3. Pengukuran CC-R dilakukan dengan cara mengukur panjang tubuh foetus mulai dari pangkal ekor membentuk garis kurva sampai “forhead”.
4. Pengukuran SC-R delakukan dengan cara mengukur panjang tubuh foetus mulai dari pangkal ekor membentuk garis lurus sanpai “forhead”, dan cara inilah yang lazim dipakai.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang kami peroleh pada praktikum cara mengukur panjang foetus adalah:




PENGUKURAN SECARA SCR




Maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Metode
Umur
Panjang
Tubuh
Panjang
Rasio
Panjang
Rasio
K
B
K
B
KD
KB
KD
KB
CC-R
4,1bulan
27,3cm
8cm
19,3cm
1
2,41
11cm
18cm
1
1,63
SC-R

25,5cm
7,5
18cm
1
2,4
7,5cm
11,5cm
1
1,53

Berdasarkan tabek yang telah kami cantumkan di Bab II tentang perkiraan umur foetus berdasarkan pengukuran CRL dapat disimpulkan bahwa sapi berumur sekitar 123 hari atu 4,1 bulan.
Periode kebuntingan dapat di bagi secara kasar dalam tiga bahagian, berdasarkan ukuran individu dan pekembangan jarigan dan organnya. Ketiga periode itu adalah ovum, embrio dan foetus. Periode ovum atau blastula berlangsung 10 – 12 hari, selak waktu pembuahan yang biasanya terjadi beberapa jam sesudah ovulasi sampai pembentukan membrane zygote dalam uterus. Periode embrio atau organogenesis berlangsung 12 – 45 hari masa kebuntingan.
Selama periode ini, organ dan system utama tubuh berbentuk dan terjadi perubahan- perubahan dalam bentuk tubuh sehingga pada akhir periode ini spesies embrio tersebur dapat dikenal.
Periode foetus dan pertumbuhan foetus berlangsung dari hari ke-45 masa kebuntingan sampai partus. Selama periode ini terjadi perubahan- perubahan kecil dalam diferensiasi organ, temuan, dan system bersamaan dengan pertumbuhan dan pematangan individu antenatal. Selama periode ini caruncel dan cotyledon berkembang dan membesar untuk mensuplai makanan bagi foetus. Pertambahan berat foetus dari hari ke-120 sampai hari ke-270 adalah tiga kali lebih besar dari pada pertambahan berat badan dari waktu pembuahan sampai hari ke-120 masa kebuntingan. Pada permulaan periode foetus terbentuk kelopak mata, osifikasi tulang dimulai, dan perubahan- perubahan cepat terjadi pada rupa dan ukuran kaki.
Pada masa akhir kebuntingan anak ternak yang normal telah berkembang sedemikian rupa sehingga ia sanggup hidup di lingkungan cairan dan saluran pencernaan serta saluran pernafasannya siap untuk mulai fungsi dan tanggung jawabnya.


BAB V
PENUTUP
A.                Kesimpulan
1.      Pengukuran panjang foetus dapat dilakukan dengan metode CC-R dan SC-R.
2.      Foetus yang kami ukur panjangnya dan kami sesuaikan umurnya sekitar 4,1 bulan.












DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Prasojo,Gatot.2010.Jurnal Veteriner (jurnal kedokteran hewan Indonesia).IPB press.Bogor
Reece, Campbell.2004.Biologi.Erlangga.Jakarta
Shehzad,Khalid.2006.Fetal biometry. Ziauddin Medical University Press.Clifton, Karachi.
Setijanto,H.2008. Mikroanatomi Testis Fetus Sapi.IPB Press.Bogor
Sumantri.N.F.M.2009.Profil leukosit sapi Friesian Holstein (FH) binting yang divaksin dengan vaksin Avian Infulenza (AI) ainaktif subtype H5N1.IPB Press.Bogor